Pendidik dalam Al-quran dan Hadis

Friday, March 21, 2014

print this page
send email

A. PENDAHULUAN
Di dalam Alqur’an dinyatakan bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang adi luhung, karena manusia diciptakan dengan instrumen, fasilitas, dan kelebihan yang lain dibanding makhluk-makhluk selainnya. Penciptaan manusia dengan sebaik-baiknya itu menjadikan manusia makhluk yang termulia di alam semesta, hal itu bisa kita dapatkan keterangannya, dibeberapa ayat Al qur’an, diantaranya, di surat at-tin ayat 4 dan surat al-isra’ ayat 70 :

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Artinya:  "Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Artinya: "Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan."

Pernyataan dua ayat di atas membuktikan bahwa Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan, salah satu bentuk upaya dalam penciptaan manusia dengan sebaik-baiknya ialah Allah melebihkannya, yang kelebihan itu bersifat penyempurna’an atas ciptaan manusia, dan dari kesempurnaan itu, manusia dijadikan makhluk yang mulia dibanding makhluk yang lain.

Tetapi kesempurnaan manusia, selain berindikasi kepada derajat mulia, ternyata juga menjadikan manusia memiliki tanggung jawab, amanah dan tujuan penciptaan yang lebih berat dan besar dibanding makhluk lain. Yaitu manusia akan mempertanggung jawabkan segala fasilitas yang Allah berikan kepadanya, mulai dari panca indra, akal, kesempatan, kemampuan, kekuasaan dan lain sebagainya dengan bentuk tanggung jawab apakah manusia mempergunakannya sesuai dengan tuntunan sang pemilik kelebihan tersebut atau sebaliknya. Letak kesuksesan manusia dalam mengemban amanah ialah seberapa besar ia mencapai tujuan penciptaannya dalam menjalani kehidupan dengan mengoptimalkan segala kelebihan itu.

Tujuan penciptaan, dimana manusia harus berupaya mewujudkannya, setidaknya ada dua, yaitu mewujudkan  diri menjadi seorang hamba yang taat dan pemimpin yang mengelola bumi dan isinya secara bijaksana sesuai ketentuan Allah swt, hal ini bisa kita ketahui melalui firman Allah di surat az-zariyat 56 dan Al-baqoroh 30 :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً.......

Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." ........

Meski terdengar sepele dan terkesan mudah, namun pada kenyataannya tugas yang diemban manusia yang meliputi dua tujuan tadi amatlah susah melihat banyaknya umat-umat terdahulu yang dihinakan oleh Allah karena terlena terhadap kelebihan-kelebihan yang ada, sehingga mengacuhkan tugas yang mereka emban, maka dari itu, perlu adanya upaya untuk mengembangkan segala fasilitas -utamanya akal- agar dapat dioptimalkan mencapai tujuan penciptaan itu bukan menjadi racun yang membunuh diri sendiri.

Salah satu upaya nyata yang dilakukan untuk mengoptimalkan kelebihan-kelebihan itu dalam mencapai tujuan penciptaan yang benar ialah mencari ilmu atau pengetahuan dengan sebanyak-banyaknya utamanya ilmu agama lalu dengan itu mengatur segala aspek yang terdapat dalam diri agar sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki sehingga melahirkan kepribadian, akhlak dan tingkah laku yang baik, mewujudkan insan yang kamil, yaitu insan yang bisa menempatkan diri dan segala kehidupannya sesuai tuntunan Allah yang termaktub dalam Al-qur’an dan as-sunnah. proses pengupayaan itu sering kita sebut sebagai proses pendidikan.

Dan pada makalah ini penulis akan menjelaskan peran pendidik serta kedudukannya sebagai salah satu pelaku pendidikan yang menjadi faktor penting keberhasilan proses pendidikan yang melahirkan insan kamil yang kita telah jelaskan diatas. Penulis akan mencoba menganalisisnya menggunakan sudut pandang islam yang tentunya harus berdasarkan dan bersumber pada nash al-qur’an dan as-sunnah.


B. PENGERTIAN PENDIDIK
Sebelum kita masuk pada defenisi pendidik secara etimologis ataupun menurut qur’an dan sunnah, ada baiknya kita lebih memperjelas pengertian pendidikan terlebih dahulu.

Istilah pendidikan bisa kita temukan dalam Al-qur’an dengan istilah At-tarbiyah, At-ta’lim dan At-tahdib, tetapi lebih banyak kita temukan dengan ungkapan kata robb. Kata tarbiyah sendiri merupakan masdar dari fi’il robba-yurobbi, yang artinya, memimpin, memiliki mengumpulkan, memperbaiki, menambah, memelihara, mengasuh dan mendidik. Di dalam Alqur’an sendiri, tidak kita temukan scara langsung kata tarbiyah, tetapi ada istilah yang senada dengan tarbiyah tersebut, yaitu kata robb, seperti yg terdapat dalam surat alfatihah ayat 2 dan al isro’ ayat 24:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya:  "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam"

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Artinya: "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".

Ayat di atas menunjukkan luasnya pengertian kata robb, namun kesemua pengertiannya memiliki keterkaitan yang erat. Kata robb bisa menjadi sebuah nama yang hanya mutlak untuk Allah semata, karena kandungan kata robb meliputi yang memiliki, memelihara dan mendidik, dan keseluruhan sifat tersebut merupakan sifat Allah karena Allah satu-satunya zat yang memiliki seluruh Alam dan Zat yang sanggup memeliharanya juga maha berilmu sehingga dia pula yang pantas menjadi pendidik karena luasnya keilmuanNya.

Pengertian robb yang terdapat pada ayat kedua pun memiliki dua pengertian, yang pertama adalah mengasihi dan yang kedua adalah mendidik. Jika kita lebih mencermati lagi, mengasihi yang ditunjukkan oleh kata robb dalam ayat tersebut ialah sebuah kasih sayang yang amat luas dan berkesinambungan yang berupa pemeliharaan, perlindungan, pertolongan, pemenuhan kebutuhan dan pengajaran dari segi keinteletualan, etika, moral, adab, pengetahuan kepada kebenaran dan anjuran condong terhadapnya juga pada kejahatan dan anjuran menjauhinya, hal itu diketahui melalui lafadszh “kamaa” (sebagaimana) yang menunjukkan perintah untuk mempersamakan atau menyesuaikan permohonan “mengasihi” kepada “mendidik di waktu kecil”. Dan pendidikan yang orang tua berikan kepada anaknya ketika kecil itu meliputi hal-hal yang telah ada dalam luasnya cakupan kasih sayang yang tertera diatas

Dari keseluruhan pengertian diatas maka tarbiyah menurut Alqur-an yaitu pendidikan yang tidak hanya pada tahap mengajarkan ilmu semata melainkan pendidikan pada seluruh aspek moral, etika dan akhlak yang bertujuan untuk memelihara dan mengatur berdasarkan kasih sayang

Maka tidak salah jika Dr yusuf Qardhawi memberi pengertian pendidikan islam yaitu, pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.

Juga pengertian yang diberikan ahmad tafsir yaitu: sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba dihadapan khaliqNya dan sebagai “pemelihara” semesta.

Beralih pada pembahasan inti kita yaitu pendidik, dalam bahasa arabnya murobbi. Kata murobbi juga merupakan isim fail dari fi’il yang sama dengan kata tarbiyah, yaitu robba yurobbi, yang tentunya maknanya pun sama, bedanya jika tarbiyah merupakan kegiatan proses pendidikan, maka murobbi adalah pelaku pendidikan tersebut, artinya orang yang mendidik atau yang melakukan pendidikan,  maka secara etimologis, pendidik dalam islam ialah orang yang mendidik sesuai dengan tuntunan pendidikan islami.

Pendidikan islami yang dimaksud adalah pendidikan yang telah penulis definisikan pada penjelasan sebelumnya. dari itu, kita dapat mengetahui, bahwa jika kita mendefinisikan pendidik sesuai sudut pandang Al-qur’an, maka kita akan mendapatkan sebuah cakupan yang amat luas dan terperinci dari kata pendidik tersebut, karena pendidik yang dipahami oleh kebanyakan orang hanya seseorang yang mengajar di kelas atau di ruang tertentu semata dengan materi-materi yang tertentu pula serta di waktu-waktu yang terbatas, pendidik yang umum di kenal tidak menyentuh pada seberapa besar anak yang didik dapat mengamalkan ilmunya, apakah ilmu itu dapat mempola dirinya menjadi insan yang kamil. Karena kesuksesan seorang pendidik, diukur dari seberapa benar dan banyaknya anak didik bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika ujian, pendidik pun tidak bertanggung jawab atas pemeliharaan anak yang didik.

Beda halnya dengan pendidik dalam kaca mata islam, karena selain mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan, juga yang terpenting menanamkan dasar-dasar agama yang menjadi pondasi dari ilmu-ilmu selanjutnya, juga pendidik dituntut untuk senantiasa mengawasi, memelihara dan mengarahkan perkembangan anak didiknya menjadi insan yang kamil, sehingga pendidikan diberikan secara berkesinambungan sesuai dengan kemampuan pendidik hingga menyentuh aspek moral, etika, pribadi diri dan akhlak anak didik.

Dari penjelasan tentang pendidik diatas, maka kita dapat mengambil tiga unsur pokok pendidik menurut islam.

Pertama, Di dalam mendidik, seyogyanya pendidik mendidik dengan susunan yang tertib, artinya mengajarkan mulai dari hal-hal yang paling mendasar dan hal-hal yang menjadi akar dari hal yang harus diajarkan, setelah itu berhasil maka barulah anak didik diajarkan hal-hal yang menjadi “batang” kemudian “ranting” kemudian “daun” hingga selanjutnya menyentuh pada wilayah “pucuk”nya, itu semua agar perkembangan anak didik dapat di awasi dan di pelihara. Maka tidak salah, pengertian yang diberikan oleh ibnu abbas tentang pendidik/ atau murobbi yaitu :

الذين يربون الناس بصغار العلم قبل كباره

Orang yang mendidik manusia mulai dari pengetahuan-pengetahuan kecil atau mendasar sebelum pengetahuan yang besar Atau pengertian yang diberikan oleh al-asfhahani didalam kitabnya mufrodatul qur’an:

انشأشيء حالا فحالا الى حد التمام

atau dengan lafadzh yang lain

تبليغ الشيء الى كماله شئا فشئا

 “yaitu orang yang mengembangkan/menumbuhkan\menyampaikan suatu hal setahap demi setahap hingga mncapai batas kelengkapannya”

Pengertian ini bisa dibuktikan dengan merujuk pada cara pengajaran luqman sebagai pendidik yang baik yang telah diabadikan dalam Alqur’an, dalam surat Al-luqman mulai dari ayat 13 sampai 19, kita melihat luqman mengajarkan kepada anak-anaknya mulai dari hal yang paling mendasar yaitu tauhid, aqidah yang benar, hubungan baik kepada  sang  pencipta, dengan perintahnya “laa tusyrik billah” “jangan mempersekutukan Allah”, selanjutnya luqman mengajarkan agar memperbaiki hubungan dengan manusia utamanya berbuat baik kepada kedua orang tua, bersyukur kepada Allah lalu kedua orang tua, bagaimana cara menyikapi orang tua yang mengajak kepada kesesatan ,kemudian mengingatkan bahwa setiap yang dilakukan pasti ada balasannya, selanjutnya luqman mengajarkan untuk senantiasa melaksanakan tuntunan agama yang pokok seperti sholat baru setelah itu menyuruh untuk berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan kesabaran, lalu menngajarkan akhlak yang baik yaitu dengan melarang sombong dan angkuh terhadap manusia lain hingga mengajarkan hal-hal yang berada pada pucuk pengetahuan, namun buah dari akar, yang itu diibaratkan dengan perintah “sederhana dalam berjalan” dan “melunakkan suara”. Keterangan ini menunjukkan bahwa pendidik dalam islam haruslah memperhatikan hal-hal dengan sengat terperinici dan melakukan proses pendidikan secara berkesinambungan.

Kedua, didalam mendidik, seorang pendidik tentunya harus memposisikan sebagai orang yang mendidik secara sadar dan bermaksud untuk memelihara dan mengatur anak didiknya dengan harapan menjadikan anak didiknya sebagai seorang yang berhasil atau bisa kita sebut ansan kamil di dalam kehidupannya. Hal ini sesuai dengan salah satu pengertian yang tertera di dalam kitab rosul almurobbi mengenai kata murobbi, yaitu

هو انسان الذي يقوم عن عمد وقصد برعاية فرد او افراد لينمو بين يديه فى حياة الناجحه

Artinya: “sesorang yang bertanggung jawab secara sadar dalam melihara seseorang atau beberapa orang dengan tujuan menjadikan orang itu berhasil dalam kehidupannya”

Maka dari itu, seorang pendidik wajib melakukan proses pendidikan dengan keikhlasan dan kesadaran bahwa tujuan ia mendidik ialah agar orang yang ia didik dapat berhasil dalam menjalani kehidupan sebagai hamba Allah dan kholifah Allah, tujuan itu mengharuskan ia untuk senantiasa, memelihara, mengawasi, memberi petunjuk, dan memberi peringatan di dalam bertindak dan mengembangkan potensi kemanusiaan si anak didik, yang tentunya itu semua sesuai batas kemampuan sang pendidik, agar setiap didikan yang ia berikan betul-betul dapat diamalkan dan menjadi bekal bagi anak didik untuk bertindak dengan benar.

Ketiga,untuk dapat mewujudkan pendidik sesuai dengan pengertian islam, yaitu pendidik yang mendidik mulai dari hal-hal yang mendasar hingga pada kesempurnaan pengajaran, pendidik yang memiliki kesadaran dan tujuan yang benar dan pendidik yang merasa bertanggung jawab atas anak didiknya, maka seseorang harus memiliki tiga komponen dalam dirinya, yaitu sebagai seorang yang berilmu, seorang yang dapat mengamalkan ilmunya dan seorang yang bisa mengajarkan ilmunya dengan baik. Hal ini pun senada dengan pengertian lain yang tertulis dalam kitab rosul al-murobbi mengenai murobbi, yaitu:

هو العالم والعامل والمعلم

Artinya:  “dia adalah orang berilmu juga orang yang beramal juga orang yang mengajarkan ilmunya”.
Karena tanpa pengusaan ilmu yang baik, seseorang tidak akan pernah bisa mendidik dengan baik pula, dan inidikasi penguasaan ilmu yang baik adalah orang itu bisa mengamalkan ilmunya didalam kesehariannya, pengamalan ilmu yang telah menjadi watak dirinya secara otomatis telah mengantarkan dia pada tahap pendidikan pertama yang paling penting yaitu memberikan contoh atau teladan dari diri sendiri kepada orang lain, baru setelah itu dia bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain dan selanjutnya dia dituntut memberikan pengajaran yang baik serta mudah terima dan di fahami oleh si anak didik, pola seperti inilah yang telah di lalui oleh nabi Muhammad dan nabi Ibrahim  sehingga didalam Al-qur’an mereka dijadikan sebagai sumber tauladan bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana yang tertulis dalam Al-qur’an surat al ahzab ayat 21 dan mumtahanah ayat 4

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Artinya: "Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kaimat dan yang banyak mengingat Allah"

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ.....

Artinya: "Sungguh telah ada suri tauladan bagi kalian pada ibrohim dan orang bersama dengannya"....

ketiga unsur inilah yang menjadikan kedudukan seorang pendidik menurut pandangan islam amatlah penting dan utama, dan juga menjadi acuan karasteristik seorang pendidik islami, yang kesemuanya insya Allah akan penulis kupas di bagian selanjutnya.


C. URGENSI PENDIDIK
Pentingnya seorang pendidik tentunya tidak akan lepas dari pentingnya pendidikan itu sendiri. Pada bagian pendahuluan, telah kami jelaskan panjang lebar, bahwasanya manusia merupakan makhluk dengan kelebihan-kelebihan yang menjadikan penciptaannya menjadi sempurna dibanding makhluk-makhluk lainnya, dan implikasi logis dari itu menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia. Selain mendapatkan status makhluk yang mulia, ternyata manusia juga mendapatkan tugas dan amanah yang sesuai dengan kemuliaannya, maka tentunya amanah dan kewajiban yang menjadi tujuan keberaadaan manusia di muka bumi itu sangatlah berat, untuk itu proses pendidikan sangat manusia butuhkan untuk mengembangkan kelebihan-kelebihan mereka sehingga dapat digunakan secara optimal dalam menjalankan dan mewujudkan tujuan penciptaan, yaitu menghamba pada Allah dan menjadi pemimpin di muka bumi. Sehingga nantinya manusia tetap dapat mempertahankan status mulianya di mata Allah swt.

Maka dengan itu pendidikan mendapatkan peran yang sangat strategis, yaitu dengan proses pendidikanlah manusia dapat mempertahankan eksistensinya sebagai manusia yang mulia melalui pemberdayaan potensi dasar dan karunia yang telah diberikan Allah swt.

Meski demikian pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidkan islami yaitu pendidikan yang mengupayakan penanaman dan mengaktualisasikam nilai-nilai islam pada kehidupan nyata melalui pribadi-pribadi muslim yangberiman dan bertaqwa.

Dengan sedemikian pentingnya pendidikan islam dalam kehidupan manusia untuk mempertahankan kemuliannya, maka pendidik juga memilki peran yang sentral dan strategis, sehingga keberadaan, kuantitas dan kualitasnya sangatlah di perlukan dan di pentingkan, karena tentunya pendidiklah yang berperan besar sekaligus menentukan kemana arah potensi peserta didik yang akan dikembangkan, dengan kata lain pendidik merupakan masinis yang mengarahkan proses pendidikan itu, apakah mengarah kepada pembentukan insan kamil atau malah mengarah kepada pembentukan manusia rusak dan pembangkang yang menyalah gunakan segala kelebihan yang telah diberikan kepadanya.

Karena pada hakekatnya manusia memiliki kecenderungan pada jalan yang benar dan jalan yang buruk, hal ini sesuai dengan firman Allah swt, surat as-syams ayat 7-10:

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا    

Artinya: "7. demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya. 8. Maka dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaanNya. 9. Sungguh bruntung orang yang menyucikan (jiwa itu) 10. Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya"

Sementara faktor penting yang menjadikan pendidikan dapat mengantarkan seseorang kepada jalan kebenanaran (ketakwaan) adalah pendidik itu sendiri.

Dari uraian diatas maka kita telah dapat menyadari betapa pentingnya pendidik yang menjalankan proses pendidikan sehingga yang didik benar-benar bisa menjadi seorang insan yang kamil, yaitu insan yang dapat melaksanakan tujuan penciptaannya dan mepertahankan kemuliaannya dimata Allah. karena itu pula, tidak salah jika ramayulis menyatakan bahwa Allah dan Rasulullah adalah pendidik, mengingat betapa besar pentingnya peran pendidik tersebut, hal ini pun dibuktikan dengan firman Allah, yang menunjukkan Allah itu adalah pendidik yang mengajarkan adam nama-nama seluruhnya yang itu menjadi sebuah alasan mengapa Allah memuliakan anak adam dibanding malaikat sekalipun, bisa kita lihat pada surat Al-baqoroh ayat 31:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Artinya:  "dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “sebutkan kepada Ku nama semua (benda) ini, jika kamu benar”
Dan juga dalam Al-qur’an terdapat ayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah adalah seorang pendidik yang membacakan, dan mengajarkan Al-qur’an dan sunnah. Hal ini terdapat pada surat al-baqoroh ayat 151:

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ  

Artinya:  "Sebagaimana kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (muhammad) dari kalangan kamu yang membacakan ayat-ayat kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan padamu kitab (Al-qur’an) dan hikmah (sunnah) serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui."

Didasari dengan sangat pentingnya pendidik, maka Allah memerintahkan seluruh ummatnya untuk menjadi hamba yang patuh dan kepatuhannya itu dilihat dari “mengajarkan kitab dan mempelajarinya” sebagaimana yang tertera dalam surat ali imran ayat 79:

.....كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (79)

Artinya: "... jadilah kalian pengabdi-pengabdi Allah, karena kalian mengajarkan kitab dan kalian mempelajarinya."

Dari ayat ini, menunjukkan bahwa, untuk mewujudkan salah satu tujuan penciptaan manusia yaitu menjadi “pengabdi Allah” maka syaratnya adalah mempelajari Al-qur’an dan mengajarkannya, artinya perintah itu juga menyatakan bahwa manusia yang mengaku hamba Allah harus menjadi pendidik yang mengajarkan ilmu utamanya ilmu agama. Maka dari sini kita dapat mengetahui, setiap manusia harus menjadi seorang pendidik, ini pun dikuatkan dengan sabda Rasulullah:

بلغوا عني ولو اية

Sampaikan dari ku walaupun satu ayat

Lafadzh balliguu.. yang menjadi indikator perintah “menyampaikan” itu memberikan legitimasi bahwa rasul pun menyuruh semua ummatnya menjadi pendidik, orang yang mendidikkan dan mengajarkan segala ajaran yang datangnya dari Nabi, karena pada hakikatnya semua kehidupan nabi adalah pendidikan, dan rasul menempatkan pendidikan pada perhatian yang lebih dan selalu mendorong sahabatnya untuk menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya.

salah satu bukti sejarah dimana pendidik itu amat penting dimata nabi ialah ketika para tawanan perang badar dibolehkan bebas asalkan ia telah mengajarkan 10 orang islam membaca dan menulis.

Semua uraian diatas penulis rasa sudah cukup menunjukkan betapa pentingnya pendidik dalam pandangan islam yang berdasarkan qur’an dan sunnah.


D. KARAKTERISTIK PENDIDIK ISLAM

Luasnya cakupan pendidikan dalam pengertian islam, membuat segala prosesnya harus ditunjang dengan banyak hal yang itu meliputi seluruh klasifikasi-klasifikasi demi mencapai cakupan yang luas tersebut, oleh karenanya karakteristik pendidik islam memiliki ciri khas tersendiri dibanding pendidik-pendidik yang didasarkan pada ajaran selain islam

Berikut ini kami paparkan beberapa karkateristik-karakteristik yang telah di tetapkan oleh beberapa tokoh islam:

Al-Abrasy mengemukakan beberapa karakteristik pendidik.
  1. Seorang pendidik bersifat zuhud, artinya melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi, melainkan mendidik untuk mencari keridhaan Allah.
  2. Seorang pendidik harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwanya, terhindar dari dosa, sifat ria dengki, permusuhan, dan sifat –sifat tercela lainnya
  3. Seorang pendidik harus ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan memiliki sifat-sifat terpuji lainnya, seperti rendah hati, jujur, lemah lembut, dan sebagainya.
  4. Seorang pendidik mesti suka memaafkan orang lain, terutama kesalahan peserta didiknya, lalu ia juga sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan mempunyai harga diri.
  5. Seorang pendidik harus mencintai peserta didiknya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti ia memikirkan keadaan anak-anaknya.
  6. Seorang pendidik harus mengetahui karakter/tabiat peserta didiknya.
  7. Seorang pendidik mesti menguasai pelajaran yang ia berikan.

Sementara an-Nahlawi menyebutkan beberapa karakteristik seorang pendidik, yaitu :
  1. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola pikirnya.
  2. Bersifat ikhlas; melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari ridha Allah dan menegakkan kebenaran.
  3. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik.
  4. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
  5. Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkajinya lebih lanjut.
  6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan metode pendidikan
  7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional.
  8. Mengetahui kondisi psikis peserta didik.
  9. Tanggap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola berpikir peserta didik.
  10. Berlaku adil terhadap peserta didiknya.

Ibn Khaldun, dalam kitabnya Muqaddimah, juga berpendapat bahwa seorang guru harus memiliki karakter yang baik. Dalam hal ini ia mengutip wasiat al-Rasyd kepada Khalaf bin Ahmar, guru puteranya MUhammad al-Amin.

Dari wasiat itu, dapat disimpulkan bahwa setiap pendidik mesti bijaksana dalam mendidik anaknya, penuh kesabaran dan kasih sayang serta tanggung jawab yang tinggi sehingga si anak memiliki kompetensi di bidang yang ia ajarkan.


E. PENUTUP

Islam dengan ajarannya yang bersifat universal, toleransi dan sesuai dengan kebutuhan serta fitrah manusia ternyata memberikan kedudukan yang lebih bagi pendidik dan tentunya proses pendidikan tersebut. Hal itu didasari atas kebutuhan manusia dalam mengembangkan kelebihan yang mereka miliki sehingga dapat di optimalkan untuk mepertahankan derajat kemulainnya di sisi Allah swt.

Karena hakikat pendidik dan pendidikan menurut kaca mata islam sangat luas dan menyeluruh dibanding pemahaman umum masayarakat kita tentang pendidik dan pendidikan itu sendiri.  Dimana proses pendidikan yang ditunjukkan oleh islam adalah seluruh rangkaian kehidupan manusia, dan wajibnya tiap manusia untuk menjadi pendidik, setidaknya menjadi pendidik bagi diri sendiri.


Demikian sedikit penjelasan seputar "Pendidik dalam al-quran dan Hadis" yang bisa saya himpun dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat dan dapat membantu anda. Wassalam.

Kumpulan Makalah yang lainnya lihat   DISINI



Cpx24.com CPM Program

0 Komentar:

Post a Comment

Pemberitahuan :
Mohon maaf apabila komentar Sobat dari Facebook tidak bisa saya jawab semua, dikarenakan sulit untuk memoderasi komentar dari Facebook, bila sobat ada pertanyaan yang ingin lansung saya jawab, silakan Sobat berkomentar dari id Blogger.

** Jika anda terbantu dengan apa yang ada di blog ini jangan lupa untuk IZIN COPAS dan Ucapan Terimasih pada kotak komentar di bawah.**



close
Chat