Hak dan Kewajiban Suami Istri

Tuesday, March 25, 2014

print this page
send email

Hak dan Kewajiban Suami Istri

Akad perkawinan merupakan suatu perbuatan hokum yang sangat penting dan mengandung akabit hukum tertentu menurut yang ditetapkan oleh hokum perkawinan. Untuk mengetahui akibat hokum dari suatu perkawinan perlu diketahui terlebih dahulu status hokum akad perkawinan sehubungan dengan lengkap tidaknya rukun dan syarat yang harus ada di dalamnya.

Berdasarkan dipenuhi atau tidaknya rukun dan syarat dalam suatu akad nikah  (sesuai dengan perbedaan pendapat para fuqaha), maka akad nikah dapat diklasifikasikan kepada dua kategori :
  1. Akad perkawinan yang sahih (sah)
  2. Akad perkawinan yang gairu sahih (tidak sah).

Selanjutnya hanya akan dilihat akibat-akibat  hokum dari perkawinan yang shahih (sah) saja. Akad yang sahih ialah :

مَا اجْتَمَعَ اَرْكَانُهُ وَشَرَائِطُهُ حَتَّى يَكُونَ مُعْتَبَرًا فِى حَقِّ الْحُكْمِ


“Akad yang terhimpun di dalamnya rukun-rukun dan syarat-syaratnya sehingga keadaan akad itu diakui oleh hokum”.

Adapun akibat hokum dari suatu akad perkawinan yang sahih ialah :

1. Kehalalan bersenang-senang dan melakukan hubungan seksual antara suami isteri. Dengan akad perkawinan yang sah maka menjadi tetaplah status hokum suami sebagai suami dan status hukum isteri sebagai isteri. Kehalalan bersenang-senang ini merupakan hak bersama antara suami isteri.

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (البقرة: 223)


"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ (البقرة: 187)


“Mereka isteri-isterimu adalah pakaian bagimu dan kamupun pakaian bagi mereka”.

2. Tetapnya saling waris mewaris antara suami isteri.

3. Menjadi tetapnya keharaman musaharah (keharaman kawin karena persemendaan). Suami menjadi haram mengawini ibu mertua, nenek mertua, anak-anak perempuannya isteri (anak tiri). Demikian juga isteri haram kawin dengan bapak mertua, kakek mertua, anak-anaknya suami dll

4. Tetapnya hak mahar bagi isteri. Apabila pada waktu ijab qabul mahar belum dibayarkan, maka setelah suami isteri bergaul, suami wajib membayar mahar kepada isterinya. Apabila pada waktu akad nikah jumlah mahar belum ditentukan, mahar yang dibayar adalah mahar misil.

5. Tetapnya nasab anak bagi suami. Anak keturunan yang dilahirkan dari perkawinan yang sah menjadi sah pula.

6. Apabila pada waktu akad  nikah atau sesudahnya diadakan perjanjian antara suami isteri, maka dengan adanya akad yang sahih segala ketentuan dalam perjanjian menjadi tetap dan harus dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syara’ dan aturan hukum lainnya.

7. Timbulnya kewajiban suami terhadap isteri baik yang bersifat materiil maupun immateriil

8. Suami berhak membatasi kebebasan isteri dalam batas-batas kewajaran

9. Timbulnya kewajiban isteri terhadap suami.


Kewajiban Istri Terhadap Suami

Hukum Islam menjadikan kewajiban isteri terhadap suami sebanding dengan hak yang diterimanya. Untuk mengimbangi hak-hak isteri yang diterima dari suami, baik yang bersifat materiil maupun immaterial, sudah seharusnya isteri  mengimbanginya dengan kewajiban yang seimbang pula. Menurut ketentuan hokum Islam kewajiban isteri terhadap suami  berupa kewajiban immaterial. Kewajiban tersebut ialah:

1. Patuh dan setia kepada suami. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam an-Nisa’: 34 :

فالصالحت قانتات حافظات للغيب بما حفظ اللهُ ...


Bentuk kalam dalam firman Alah di atas adalah jumlah khabariyah tetapi maksudnya perintah (amr) kepada isteri agar mentaati dan mematuhi suaminya, menjaga harta suami dan menjaga dirinya diketika suami sedang bepergian.

Dalam salah satu hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda :

خَيْرُ النّاسِ مَنْ إِذَا نَظَرَتْ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذَا اَمَرْتَهَا اَطَاعَتْكَ وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِى نَفْسِهَا وَمَالِكَ (رواه ابوداود)


“Sebaik-baik isteri ialah apabila engkau memandangnya menggembirakan, aitu menyamai pahalanya pabila engkau menyuruhnya menta’atimu, dan apabila apabila engkau bepergian ia memelihara dirinya dan hartamu”.
Terhadap utusan wanita yang iri terhadap pahala orang laki-laki yang berjihad di jalan Allah, Rasulullah saw menyatakan bahwa menta’ati suami dan mengakui hak-haknya adalah mengimbangi pahala jihad di jalan Allah. Rasulullah saw bersabda :

أَبْلِغِى مَنْ لَقَيْتِ مِنَ النِّسَاءِ أَنَّ طَاعَةَ الزَّوْجِ  وَاعْتِرَافًا بِحَقِّهِ يَعْدِلُ ذَلِكَ وَقَليْلٌ مِنْكُنَّ مَنْ يَفْعَلُهُ


“Sampaikan kepada wanita yang engkau temui bahwa patuh kepada suami dan mengakui haknya itu menyerupai pahalanya yang demikian itu (berjihad di jalan Allah) saying hanya sedikit dari kalian yang melakukannya”

2. Mengakui dan menghargai kepemimpinan suami dalam rumah tangga. Isteri. Hal ini didasarkan kepada firman Allah swt dalam surat an-Nisa’ ayat 34:

الرجال قوّمون على النّساء بما فضّل الله بعضهم على بعض وبما انفقوا من اموالهم ... (النساء: 34)


"Isteri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya, tetapi tidak berarti hak-hak isteri dan kedudukannya sama persis dengan suami, isteri wajib mengakui bahwa suami satu derajat lebih tinggi dan lebih berat tanggung jawabnya."

ولهنّ مثل الذى عليهنّ بالمعروف وللرّجال عليهنّ درجة (البقرة: 228)


“Dan wanita (isteri) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut yang ma’ruf akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari isterinya”.

Kelebihan satu tingkat itu karena suami bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga dan suami berkewajiban member nafkah .

3. Mencintai suami dengan sepenuh hati dan menyediakan diri untuk suami dengan rela hati. Sebagai imbalan atas tanggung jawab suami yang demikian berat itu maka isteri wajib mencintai suaminya dan menyediakan diri untuk suami dengan rela hati. Isteri hendaknya selalu bermuka manis dan sikap simpatik, siap sedia selalu untuk membahagiakan suami. Rasulullah bersabda:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَاَتَهُ إِلَى فِرَشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْئَ فَبَاتَ غَضْبضَانَ لَعَنَهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصَبِحَ (رواه البخارى ومسلم عن ابى هريرةَ)


“Jika suami mengajak isterinya untuk tidur bersama tapi isteri menolak, kemudian suami tidur dengan kemarahannya, maka isteri yang demikian itu mendapat kutuk malaikat sampai pagi”.

4. Mengikuti tempat tinggal suami atau tempat tinggal yang ditunjuk suami. Suami berkewajiban menyediakan tempat tinggal.

اسكنوهن من حيث سكنتممن  وجدكم ولا تظآروهن لتضيقوعليهن ... (الطلاق: 6)

"Oleh karena itu apabila suami sudah menyediakannya maka isteri wajib mengikutinya selama tidak ada uzur yang menghalanginya".


5. Mengatur dan menyusun rumah tangga

6. Berlaku sederhana, hemat, dan pandai menyimpan

7. Menghormati orang tua dan keluarga suami

Hak dan kewajiban suami isteri dalam Undang-undang No. 1/1974 diatur dalam Bab VI Pasal 30 sampai Pasal 34, sedangkan dalam KHI  diatur dalam Bab XII Pasal 77 – 84. Dalam Pasal 30 UU No. 1/1974 disebutkan “Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi dasar dari susunan masyarakat”. Dalam rumusan redaksi yang berbeda, KHI Pasal 77 ayat (1) menyebutkan: “Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah. Mawadah dan rahmah yang menjadi dasar dari susunan masyarakat”.

Pasal 31 UU No. 1/1874 tentang Perkawinan menyatakan :
  1. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
  2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
  3. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Ketentuan pasal 31 tersebut dalam KHI diatur dalam pasal 79

Selanjutnya Pasal 32 UUP menegaskan :
  1. Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
  2. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami isteri bersama.
Dalam Pasal  33 UUP diteagaskan: “Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain".

Kewajiban suami isteri berikutnya diatur dalam Pasal 34 UUP :
  1. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
  2. Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.
  3. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugutan kepada Pengadilan.
Dalam KHI kewajiban suami isteri ini ditur lebih rinci selanjutnya silahkan dibaca Pasal 79 -84


Kewajiban Suami Terhadap Istri

Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu akibat hukum setelah terjadinya akad perkawinan yang sah ialah tetapnya kedudukan laki-laki sebagai suami dan menjadi tetap pula wanita sebagai isteri, dan sejak itu menjadi tetaplah kewajiban suami terhadap isterinya dan menjadi tetap pula kewajiban isteri terhadap suami. Apa yang menjadi kewajiban suami menjadi hak isteri dan apa yang menjadi kewajiban isteri menjadi haknya suami.

Adapun kewajiban suami terhadap isteri dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu :
  1. Kewajiban materiil atau disebut al-Huquq al-Maddiyah
  2. Kewajiban immateriil atau disebut  al-Huquq gairu al-Maddiyah

Yang termasuk kewajiban materil :
  1. Kewajiban materiil yang hanya sekali ditunaikan oleh suami untuk isterinya yaitu mahar.
  2. Kewajiban materiil yang bersifat continue sepanjang ikatan perkawinan masih berjalan. Kewajiban materiil yang bersifat continue ini dapat diklasifikasikan kepada dua kategori :


A. NAFKAH.
Suami wajib memberi nafakah kepada isterinya yang meliputi:
  1. Pangan, yaitu kebutuhan makanan, minuman, lauk pauk sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dengan segala rangkaiannya
  2. Pakaian,  yaitu segala yag diperlukan untuk menutup dan memelihara tubuh isteri dari panas, dingin, dan menjaga harga diri menurut yang pantas.
  3. Pengobatan, yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk memelihara kesehatan jasmani isteri dan pengobatan di waktu sakit, melahirkan dsb.


B. SUKNA.
Suami diwajibkan menyediakan dan menyelenggarakan rumah tempat tinggal bersama isterinya menurut yang pantas dan sesuai dengan kemampuannya, lengkap dengan peralatan yang diperlukan. Rincian kewajiban sukna ini meliputi :
  1. Papan, yaitu rumah tempat berteduh dan bertempat tinggal, baik milik sendiri, menyewa atau dengan cara lain. Suami wajib menyediakan tempat tinggal untuk isteri dan anak-anaknya dan isteri pada dasarnya wajib mengikuti domisill suami atau bertempat tinggal sesuai hasil permusyawaratan suami isteri
  2. Peralatan, yaitu segala peralatan yang diperlukan untuk rumah tangga, meiiputi peralatan ruang tamu, peralatan ruang tidur, peralatan dapur, dsb.
  3. Pelayanan, yaitu menyediakan tenaga atau pembantu untuk melayani kebutuhan isteri apabila suami mampu dan isteri termasuk orang yang pantas memiliki pelayan dengan melihat kebiasaan keluarganya atau isteri karena kondisinya memerlukan pelayan. Tetapi apabila suami tidak mampu maka ia tidak wajib menyediakannya.

Kewajiban nafakah termasuk tamlik, artinya apa yang diberikan oleh suami kepada isterinya menjadi milik bagi isteri dan suami tidak boleh meminta kembali apabila terjadi perceraian. Adapun kewajiban sukna termasuk imta’ artinya untuk diambil kesenangan dan manfaatnya, tidak diberikan menjadi milik isteri.

Dasar hukum suami wajib menyelenggarakan nafakah dan sukna bagi isterinya ialah :

a. Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 233 :

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ


"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya",

b. Al-Qur’an surat at-Talaq (65) ayat 7:

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا ءَاتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا ءَاتَاهَا 

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya".

c. Al-Qur’an surat at-Talaq (65) ayat 6:

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى


"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya".

d. Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahwa pada waktu Haji Wada’ Rasulullah berkhutbah yang lengkap dan panjang lebar, isinya antara lain berkaitan dengan garis-garis kewajiban suami terhadap isterinya,

“Hai para manusia, kamu memiliki hak yang wajib atas istermu dan isteri-isteri memilki hak yang wajib atasmu. Kewajiban mereka (isteri-isteri) yang menjadi hak kamu adalah mereka tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai tidur di tempatmu, dan janganlah mereka melalaikan perbuatan jelek. Jika mereka melalaikannya kamu diizinkan Allah mengucilkan mereka dari tempat tidur dan diberi hak memukul mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Jika mereka (isteri-isteri) telah berhenti dari perbuatan tidak baiknya dan taat kembali kepadamu maka mereka berhak memperoleh rizki  (makan) dan pakaian dengan cara yang ma’ruf”.
e. Dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah diriwayatkan bahwa Hindun binti ‘Utbah menghadap Rasulullah saw dan mengatakan bahwa suaminya bernama Abu Sufyan orang yang kikir, tidak memberikan keperluan hidupnya dan anaknya dengan cukup kecuali dengan cara mengambil secara tanpa sepengetahuan Abu Sufyan, maka Rasulullah saw bersabda :

خذى ما يكفيك وولدك بالمعروف


“Ambilah (nafakah) secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf”

f. Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim bahwa Mu’awiyah al-Qusyairi bertanya kepada Rasulullah saw tentang kewajiban suami kepada isterinya, maka Rasulullah saw menjawab:

 “Engkau beri makan ia (istri) ketika enhkau makan dan engkau beri dia pakaian ketika engkau berpakaian, dan jangan engkau memukul wajahnya, jangan engkau berlkau kasar, jangan engkau menghardiknya kecuali di rumah”

g. Qaidah

 كُلُّ مَنِ احْتَبَسَ لِحَقِّ غَيْرِهِ وَمَنْفَعَتِهِ فَنَفَقَتُهُ عَلَى مَنِ احْتَبَسَ لاِ َحْلِهِ

“Setiap orang yang terikat oleh hak orang lain dan memberi manfaat baginya maka nafakah orang tersebut wajib atas orang yang karenanya orang itu terikat”.

Siapa saja yang dirinya terikat untuk kepentingan dan kemanfaatan orang lain, menjadi wajib nafakah orang itu dengan harta orang lain tersebut. Militer, PNS, Hakim, dan pegawi lainnya yang berkerja untuk kepentingan rakyat dan Negara, maka sudah selayaknya nafkah mereka beserta keluarganya menjadi tanggungannya, seperti anak dan isterinya, wajib ditanggung oleh uang rakyat melalui penguasa menurut cara-cara yang l.azim. Demikian halnya dengan isteri, karena isteri terikat oleh hak suami dan untuk kemanfaatan suami, menjaga kemuliaan dan kehormatan maka menjadi tetaplah nafkah dan segala kebutuhan isteri dibebankan kepada suami.

Kewajiban immateriil (al-Huquq gairu al-Maddiyah)

Beberapa kewajiban suami yang bersifat immaterial ialah :

1. Mempergauli isteri menurut garis-garis perintah Allah swt berdasarkan kecintaan yang tulus:

- وعاشروهن بالمعروف فان كرهتموهن فعسى ان تكرهوا شيئا ويجعل الله فيه خيرا كثيرا (النساء: 19)


2. Menghormati isteri dan memperlakukannya dengan cara yang baik serta bersikap sopan terhadapnya. Suami wajib menghormati isteri sebagai teman hidup dan jalinan jiwa. Suami dilarang memperlakukan isteri sebagai pelayan yang boleh diperlakukan semena-mena, dan suami dilarang berlaku kasar terhadapnya. Berlaku lemah lembut dan halus serta sopan terhadap isteri termasuk tanada kesempurnaan akhlak suami:

اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ  ِايْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ بِنِسَائِكُمْ (الحديث)


“Paling sempurnanya keimanan seorang  mukmin ialah yang paling baik budi pekertinya, dan yang paling baik di antaramu ialah yang paling baik terhadap isterinya”

Menghormati isteri menjadi bukti kesempurnaan pribadi, dan meremehkan isteri menunjukkan rendahnya budi. Rasulullah saw bersabda :

مَا اَكْرَمَهُنَّ إلاَّ كَرِيْمٌ وَمَا اَهَانُهُنَّ إلاَّ لَئَيْمٌ


“Hanya orang mulia yang memuliakan  isteri dan hanya orang hina yang menghinakan isteri”

3. Menjaga dan melindugi isteri. Suami wajib menjaga diri dan pribadi isterinya dari segala sesuatu yag menurunkan martabatnya  dipandang dari segi agama maupun di mata masyarakat:

ياايّها الذين آمنوا قوا انفسكم واهليكم نارا ... (التحريم: 6)


"Suami wajib menjaga rahasia rumah tangga termasuk rahasia isterinya sebab hal ini berarti menepuk air di dulang terpecik muka sendiri".

إِنَّ شَرَ النَّاسِ عِنْد اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَهِ الرَّجُلُ  يَفْضِى إِلىَ المْرَأَتِهِ وَتُفْضىِ إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا (رواه المسلم)


“Sejelek-jelek kedudukan orang di sisi Allah pada hari qiyamat ialah suami yang mengumpuli isterinya atau sebaliknya, kemudian menyebarkan rahasia mereka berdua di hadapan orang lain”

4. Memperhatikan keadaan isteri, memperjinak hati agara isteri selalu gembira dan senang berada di samping suami, antara lain dengan cara suami selalu bermuka manis, selalu necis, dan bertingkah laku yang simpatik. Jika isteri menunjukkan sikap tegang atau marah maka suami harus pandai menormalisir keadaan dan mengembalikan kepada suasana gembira.

5. Mendatangi isteri menurut cara yang ma’ruf, sopan dan baik. Dalam hal ini syariat Islam memberikan tuntunan dengan bercanda terlebih dahulu, membaca do’a, khidmat, tidak mendatangi isteri ada duburnya, tidak mendatangi isteri pada waktu haid dan sebagainya.

-  نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (البقرة: 223)

-  هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ (البقرة: 187)


6. Mengajar dan mendidik isteri

7. Bagi suami yang beristeri lebih dari seorang, ia diwajibkan berlaku adil dalam hal nafakah, sukna, waktu gilir


Demikian sedikit penjelasan seputar "Hak dan Kewajiban Suami Istri" yang bisa saya himpun dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat dan dapat membantu anda. Wassalam.

Kumpulan Makalah yang lainnya lihat   DISINI



Cpx24.com CPM Program

0 Komentar:

Post a Comment

Pemberitahuan :
Mohon maaf apabila komentar Sobat dari Facebook tidak bisa saya jawab semua, dikarenakan sulit untuk memoderasi komentar dari Facebook, bila sobat ada pertanyaan yang ingin lansung saya jawab, silakan Sobat berkomentar dari id Blogger.

** Jika anda terbantu dengan apa yang ada di blog ini jangan lupa untuk IZIN COPAS dan Ucapan Terimasih pada kotak komentar di bawah.**



close
Chat