Macam - Macam Jenis Najis dan Cara Membersihkan / Mensucikannya (Full)

Friday, January 17, 2014

print this page
send email
1. Air Kencing dan Kotoran Manusia.
Menyucikan kedua najis tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut :

Najis berupa air kencing bayi/anak laki-laki yang belum mengkonsumsi makanan selain ASI, cara membersihkannya adalah dengan memerciki air pada tempat yang terkena air kencing bayi/anak laki-laki tanpa harus dibasuh dan diperas dengan tangan. Adapun jika anak tersebut sudah mengkonsumsi makanan lain disamping ASI, maka bagian yang terkena air kencingnya harus dicuci. Sementara untuk anak perempuan, maka kewajibannya adalah mencuci bagian yang terkena air kencingnya, baik dia belum mengkonsumsi makanan ataupun sudah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بول الغلام ينضح وبول الجار يه يغسل. (وهذا ما لم يطعما فإذا طعما غسلا جميعا

Kencing anak laki-laki itu dengan diperciki, sedangkan kencing anak perempuan dengan dicuci. (Hal ini dilakukan selama keduanya belum mengkonsumsi makanan. Adapun bila sudah mengkonsumsi makanan, maka harus dibasuh kedua-duanya).” (Shahih, riwayat Ahmad dalam Al-Musnad (I/76), Abu Dawud (no. 377), Tirmidzi (no. 610), Ibnu Majah (no. 525). Adapun lafazh di dalam kurung merupakan riwayat Abu Dawud (no.378))

Najis yang mengenai bagian bawah sandal/sepatu, cara membersihkannya adalah dengan mengusap-usapkannya ke tanah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إذا وطئ أحدكم بنعله الأذى فإن التراب له طهور

Jika salah seorang di antara kalian menginjak kotoran dengan sandalnya, sesungguhnya tanah itu dapat menyucikannya.” (Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 383) dan Tirmidzi (no. 143))

Najis yang menempel pada ujung pakaian wanita akan disucikan oleh tanah yang berikutnya, sebagaimana keterangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يطهره ما بعده

Ia (ujung pakaian wanita) disucikan oleh tanah sesudahnya.” (Shahih, riwayat Ibnu Majah dalam Shahih-nya (no. 430), Malik dalam Muwaththa’ (no. 44), Abu Dawud dalam ‘Aunul Ma’bud (II/44 no. 379), Tirmidzi (no. 143))

Najis yang mengenai lantai atau karpet, cara membersihkannya adalah dengan membuang kotorannya kemudian bekasnya disiram dengan air hingga bersih. Sedangkan untuk najis berupa air kencing, maka cukup dengan memperbanyak siraman air kepada bagian yang terkena najis tersebut. Sebagaimana perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat ketika ada seorang arab badui yang kencing di dalam masjid,

دعوه وهريقوا على بوله سجلا من ماء أو ذنوبا من ماء فإنما بعثتـم ميسرين ولم تبعثوا معسرين

Biarkanlah orang itu, dan siramkanlah satu timba air atau satu ember air pada bagian yang terkena kencingnya karena sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberikan kesulitan.” (Shahih, riwayat Bukhari (no. 220) dan Muslim (no. 284))

Istinja’ atau istijmar juga dapat membersihkan kedua najis (air kencing dan kotoran manusia) tersebut. Istinja’ adalah bersuci dengan menggunakan air, dan istijmar adalah bersuci dengan menggunakan benda padat, seperti batu, tissue, sapu tangan, kayu, dan semacamnya. Istinja’ terdapat tiga tingkatan, yaitu :
  1. Istinja’ dengan batu kemudian istinja’ dengan air. Tingkatan ini paling sempurna tanpa adanya kesulitan dan madharat.
  2. Istinja’ dengan air saja.
  3. Istinja’ dengan batu saja (istijmar), dan harus dilakukan dengan tiga batu, tidak boleh kurang. Yang lebih afdhal adalah jumlah ganjil jika batu-batu itu suci. (Ensiklopedi Shalat, I/46)


2. Madzi dan Wadi, Kotoran Hewan yang Dagingnya Tidak Boleh Dimakan, dan Air Liur Anjing.
Madzi & Wadi
Madzi adalah cairan bening, halus & lengket yang keluar ketika adanya dorongan syahwat, seperti bercumbu, mengingat jima’ (persetubuhan) atau menginginkannya. Keluarnya madzi tidak memancar & tak diakhiri dgn rasa lemas atau kendornya syahwat, bahkan terkadang seseorang tak merasakan keluarnya madzi. Air ini terjadi pada kaum lelaki maupun kaum wanita, akan tetapi lebih sering pada kaum wanita. Air tersebut adalah najis berdasarkan kesepakatan ulama.

Sedangkan wadi adalah cairan berwarna putih & kental, biasanya keluar setelah buang air kecil. Air tersebut najis berdasarkan ijma’. (Al-Wajiz, hal. 58; Ensiklopedi Fiqh Wanita, I/25; Ensiklopedi Shalat, I/19; Fiqhus Sunnah, I/48)

Cara membersihkan madzi & wadi adalah dgn mencuci kemaluan, berdasarkan riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang menyuruh Miqdad bin al-Aswad radhiyallahu ‘anhu utk bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal dirinya yang sering mengeluarkan madzi, & Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يغـسل ذكره ويتـوضأ

(Hendaklah) dia mencuci kemaluannya & berwudhu’.” (Shahih, riwayat Bukhari (no. 269), dlm Fat-hul Baari (I/230 no. 132) & Muslim (no. 303))

Dan apabila air madzi mengenai pakaian, maka cukup dibersihkan dgn menyiramkan air setelapak tangan ke pakaian yang terkena madzi tersebut. Hal ini berdasarkan riwayat Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, dia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai madzi yang mengenai pakaiannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

يكفيك أن تأخذ كفا من ماء فتـنضح به ثو بك حيث ترى أنه قد أصاب منه

Cukuplah bagimu mengambil air satu telapak tangan, lalu tuangkanlah ke pakaianmu (yang terkena madzi) sampai engkau lihat air tersebut mengenainya (membasahinya).” (Hasan, riwayat Abu Dawud (no. 215), Tirmidzi (no. 115) & Ibnu Majah (no. 506))

*Catatan :
Mani adalah cairan yang keluar dari kemaluan yang disertai dgn rasa nikmat. Dan keluarnya cairan ini menyebabkan seseorang wajib mandi janabat. Sebagian orang menganggap mani itu najis, akan tetapi menurut pendapat yang kuat hukum mani tidaklah najis. (Lihat Ensiklopedi Shalat, I/19-20; Fiqhus Sunnah, I/49-50)

Kotoran Hewan yang Dagingnya Tidak Boleh Dimakan
Kotoran hewan yang dagingnya tak boleh dimakan adalah najis, hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أراد النبي صلى الله عليه وسلم أن يتبرز. فقال: ائتني بثلاثة أحجار. فو جدت حجرين وروثة فأمسك الحجرين وطرح الروثة, وقال: هي رجس

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak buang air besar, lalu beliau berkata, ‘Bawakan untukku tiga batu!’ Kemudian kudapati utk beliau dua batu & satu kotoran. Beliau mengambil dua batu & melemparkan kotoran, lalu bersabda, ‘Ia kotor lagi keji (najis).’” (Shahih, riwayat Bukhari Shahih-nya(no. 156), Ibnu Majah dlm Shahih-nya (no. 253), Ibnu Khuzaimah dlm Shahih-nya (I/39 no. 70), an-Nasa’i (I/39), Tirmidzi (I/13))

Kata رِجْسٌ bermakna najis.
Dan cara membersihkannya sama dgn membersihkan kotoran manusia (point A).

Air Liur Anjing
Air liur anjing adalah najis. Adapun seluruh tubuh & bulunya, kecuali mulutnya, pada dasarnya adalah suci. (Ensiklopedi Fiqh Wanita, I/26-27)

Untuk membersihkan air liur anjing yang mengenai benda, maka bisa dilakukan dgn cara mencucinya sebanyak tujuh kali & cucian pertama dicampur dgn tanah. Jika yang dikenai adalah makanan, maka hendaklah membuang bagian yang terkena air liur tersebut & yang disekelilingnya, sedang sisanya masih dianggap suci. (Fiqhus Sunnah, I/55)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طهـور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات أولا هن بالتراب

Sucinya bejana salah seorang di antara kalian jika dijilati anjing adalah dgn mencucinya sebanyak tujuh kali, & yang pertama kali dicampur dgn tanah.” (Shahih, riwayat Muslim (no. 279). Lihat juga Shahih Jami’ush Shaghir (no. 3933))


3. Darah Haidh dan Nifas
Kedua hal ini telah sangat dikenal oleh kaum perempuan, dimana kita biasa menjumpai keduanya, dan tidak diragukan lagi bahwa darah haidh dan nifas terhukumi sebagai najis. Cara mensucikan darah haidh dan nifas adalah dengan membasuhnya dan mengusapnya dengan air hingga bekas darah tersebut hilang.

Berkenaan dengan darah haidh yang terkena pakaian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan tata cara menyucikannya,

تحته ثم تقر صه بالماء وتنضحه وتصلي قيه

Menyikat, lalu menguceknya dengan air kemudian menyiramnya, dan baru setelah itu boleh mengerjakan shalat dengan mengenakan (pakaian tersebut).” (Shahih, riwayat Bukhari (no. 227) dan Muslim (no. 240 dan 291))

Adapun jika setelah dicuci dan digosok dengan air dan sabun, darahnya masih membekas maka hal ini tidak menjadi masalah, berdasarkan riwayat berikut,

عن أبي هريره رضي الله عنه, أن خولة بنت يسار قالت, يا رسول الله ليس لي إلا ثوب واحـد وأنا أحيض فيه؟ قال فإذا طهرت فاغسلى موضع الـدم ثم صلي فيه, فقالت يا رسول الله إن لم يخرج أثر؟ قال, يكفـيــك الماء ولا يضرك أثره.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Khaulah binti Yasar berkata, ‘Ya Rasulullah, aku hanya mempunyai satu potong pakaian, dan (sekarang) saya haidh mengenakan pakaian tersebut.’’

Maka Rasulullah menjawab, ‘Apabila kamu telah suci, maka cucilah yang terkena haidhmu, kemudian shalatlah kamu dengannya.

Ia bertanya, ‘Ya Rasulullah, (bagaimana) kalau bekasnya tidak bisa hilang?

Rasulullah menjawab, ‘Cukuplah air bagimu (dengan mencucinya) dan bekasnya tidak membahayakan (shalat)mu.” (Shahih, riwayat Abu Dawud dalam Shahih-nya (no. 351) dan ‘Aunul Ma’bud (II/26 no. 361), al-Baihaqi (II/408))

*Catatan :
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum darah manusia selain darah haidh dan darah nifas, serta hukum darah binatang yang dagingnya halal untuk dimakan. Sebagian ulama berpendapat bahwa darah secara umum yang keluar dari tubuh manusia dan hewan yang halal dagingnya untuk dimakan, adalah termasuk dalam kategori najis. Sedangkan ulama yang lain berpendapat bahwa darah hukum asalnya adalah suci, dia menjadi haram apabila dimakan, dan tidak dihukumi sebagai najis.

Salah satu ulama yang berpendapat darah termasuk najis adalah Sayyid Sabiq, sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Fiqhus Sunnah (I/45-46), yakni darah yang mengalir dari tubuh manusia dan hewan yang halal dagingnya terhukumi sebagai najis, kecuali darah yang sedikit.

Namun, Syaikh Albani telah memberi komentar dan penjelasan dalam kitabnya Tamaamul Minnah (hal. 49-52) berkaitan dengan masalah ini. Syaikh Albani mengatakan bahwa tidak bisa menyamakan hukum darah haidh dengan darah manusia yang lain (selain darah haidh dan nifas) dan darah binatang yang halal dimakan, karena tidak ada dalil dari as-sunnah ash-shahihah, terlebih dari al-Qur’an yang mendukung pernyataan ini. Karena hukum asal darah adalah suci, kecuali ada bukti tekstual yang menyatakan kenajisannya. Dan pernyataan ini juga menyelisihi ketetapan sunnah. Meskipun ada referensi dari beberapa ahli hukum terdahulu dalam membedakan antara darah yang sedikit maupun banyak, namun tidak ada dalilnya dari sunnah, bahkan disebutkan juga dalam sebuah riwayat bahwa Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu pernah dilempari panah oleh orang musyrik ketika sedang shalat di malam hari. Lalu ia mencabutnya, tetapi ia dipanah lagi hingga tiga kali. Ia melanjutkan shalatnya dalam keadaan bercucuran darah. (Hadits marfu’, sebagaimana ditakhrij dalam Shahih Abu Dawud (no.193))

Juga Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma pernah berlumuran darah dan kotoran binatang yang sedang disembelihnya, kemudian ketika shalat mulai ditegakkan, ia melaksanakan shalat tanpa berwudhu’ terlebih dahulu. (Riwayat Abdurrazaq dalam Mushannaf (I/125), Ibnu Abi Syaibah (I/392), dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (IX/284) dengan sanad yang shahih)

Syaikh Albani mengatakan, seandainya keluarnya darah yang banyak itu membatalkan shalat pasti Nabi menjelaskannya. Dan seandainya hal ini tersembunyi dari Nabi (yakni tidak diketahui Nabi), pasti Allah mengetahuinya. Maka, jika darah itu membatalkan shalat atau bersifat najis, pasti Allah mewahyukan hal tersebut kepada Nabi. [Lihat juga Fat-hul Baari (I/225)]

Namun demikian, kita harus tetap mengembalikan masalah ini kepada dalil-dalil yang shahih. Dan pendapat yang paling dekat dengan dalil yang shahih, maka itulah yang paling benar. Wallahu a’lam.


4. Babi, Bangkai dan Su’ru

Babi
Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai najis dan haramnya daging babi, lemaknya & seluruh anggota tubuhnya. (Ensiklopedi Fiqh Wanita, I/28)

Bangkai
Bangkai adalah hewan yang mati tanpa disembelih secara syari’at. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إذا دبغ الإهاب فقد طهر

Jika kulit bangkai telah disamak, berarti dia telah suci.” (Shahih, riwayat Muslim (no. 366), Abu Dawud dlm ‘Aunul Ma’bud (XI/181 no. 4105))

Dan riwayat di atas sekaligus menjadi dalil utk mensucikan kulit bangkai binatang supaya dapat dimanfaatkan.

Adapun bangkai yang tak dihukumi najis, yaitu :
a. Bangkai ikan & belalang.
Keduanya suci berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أحلت لنا ميتتا ودمان أما الميتتان فالحوت والجراد, وأما الـدمان فالكبد والطحال

Dihalalkan bagi kita dua bangkai & dua darah. Adapun dua bangkai itu adalah bangkai ikan & belalang, sedangkan dua darah adalah hati & limpa.” (Shahih, riwayat Ahmad dlm Musnad-nya (I/97), Ibnu Majah (no. 3218 & 3314), ad-Daruquthni (no. 4687), al-Baihaqi (I/54). Lihat Shahih Jami’ush Shaghir (no. 210))

b. Bangkai yang darahnya tak mengalir, seperti lalat, lebah, semut, kutu, & sejenisnya.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إذا وقع الذباب في إناء أحدكم فليغمسه كله ثم ليطر حه فأن في أحدجنا حيه داء وفي الأخرسفاء

Jika lalat jatuh ke dlm bejana salah seorang di antara kalian, maka tenggelamkanlah semuanya ke dlm air, kemudian buanglah. Karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat penyakit & pada sayap yang lain terdapat penawarnya.” (Shahih, riwayat Bukhari dlm Fat-hul Baari (X/250 no. 57/82), Ibnu Majah (II/1159 no. 3505). Lihat Shahih Jami’ush Shaghir (no. 837))

c. Tulang bangkai, tanduknya, kukunya, rambutnya & bulunya.

Pada dasarnya semuanya adalah suci. Imam Bukhari telah mencantumkan dlm kitab Shahiih-nya (I/342), “az-Zuhri berkata tentang tulang pada bangkai, seperti tulang pada bangkai gajah & yang lainnya, ‘Aku telah mendapati sejumlah ulama’ salaf memakai sisir yang terbuat dari tulang bangkai & memakai minyak yang terdapat padanya (untuk rambut), & mereka tak menganggap apa-apa.’” (Al-Wajiz, hal. 60-62; Ensiklopedi Fiqh Wanita, I/29; Fiqhus Sunnah, I/42-43)

Su’ru (Sisa Air yang Diminum) Binatang Buas & Binatang Lain yang Dagingnya Tidak Boleh Dimakan
As-Su’ru maknanya adalah sisa air yang ada pada suatu wadah setelah diminum. (Ensiklopedi Fiqh Wanita, I/30)

Dalil yang dijadikan landasan bagi najisnya sisa air ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إذا كان الماء قلتين لم يحمل الخبث

Jika air itu mencapai dua qullah*, maka ia tak akan terkotori.” (Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 63), Tirmidzi (no. 67) & an-Nasa’i (I/46). Lihat Shahih Jami’ush Shaghir (no. 758))

*Dua qullah setara dgn kurang lebih 270 liter.
Menurut sekelompok fuqaha (ahli fiqh), jika najis jatuh di air yang banyaknya dua qullah maka air itu tetap dikatakan suci, selama salah satu sifatnya tak berubah. Tapi, jika najis jatuh di air yang ukurannya kurang dari dua qullah maka air tersebut menjadi najis, meski salah satu sifatnya tak berubah. (Ensiklopedi Tarjih, hal. 48)

Jadi, hadits qullatain di atas adalah persyaratan tentang ukuran air yang dinilai suci. Sehingga apabila binatang buas & binatang lain yang dagingnya tak boleh dimakan minum di tempat yang airnya berukuran dua qullah atau lebih, maka airnya tetap suci.

Adapun kucing, maka air sisa minumnya adalah suci, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إنها ليست بنجس إنها من الطوا فين عليكم والطوافات

Kucing itu bukanlah najis, ia hanyalah hewan jantan & betina yang biasa berkeliaran di tengah-tengah kalian.” (Shahih, riwayat Ahmad dlm Musnad-nya (V/303). Lihat Irwaa-ul Ghalil (no. 173))

Itulah beberapa macam najis & cara pembersihannya, yang telah disebutkan dlm dalil. Adapun sebagian ulama menyebutkan hal-hal najis lainnya dlm kitab-kitab fiqih selain dari yang telah disebutkan, seperti muntah, nanah, khamr, & yang lainnya. Akan tetapi tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan bahwa semua itu najis. Sedangkan hukum asal dari sesuatu adalah suci selama tak ada dalil shahih yang menetapkan kenajisannya. Sehingga, kita menetapkan bahwa semuanya adalah suci. (Ensiklopedi Fiqh Wanita, I/30)

Jika seorang muslim ragu mengenai kenajisan air, pakaian, tempat shalat, benda, atau yang lainnya, semuanya itu tetap dinilai suci. Demikian pula apabila kita meyakini kesucian sesuatu hal, kemudian kita merasa ragu apakah hal tersebut najis atau tidak, maka hukum yang berlaku adalah kesucian yang kita yakini. Demikian pula apabila kita meyakini kenajisan sesuatu hal, kemudian kita lupa utk menyucikannya, apakah sudah disucikan atau belum, maka hukum yang berlaku adalah apa yang diyakini. Demikian itulah kaidah yang agung, yakni tetap berpedoman pada keadaan yang diketahui & mengesampingkan keraguan. (Ensiklopedi Shalat, I/24)

Demikianlah saudara-saudariku, sudah menjadi kewajiban kita utk senantiasa memperhatikan kesempurnaan ibadah, jangan sampai kita menyepelekan hal-hal yang terlihat kecil namun besar artinya bagi kesempurnaan ibadah kita. Semoga Allah senantiasa menolong kita utk menyempurnakan peribadatan kepada-Nya.

Wallahu a’lam.


Kumpulan makalah yang lainnya lihat   DISINI


DAFTAR PUSTAKA
Artikel muslimah.or.id
Maraji’:
Al Wajiz (Terj.), ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, cetakan Pustaka As-Sunnah.
Ensklopedi Fiqh Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cetakan Pustaka Ibnu Katsir.
Ensiklopedi Shalat, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qaththani, cetakan Pustaka Imam asy-Syafi’i.
Ensiklopedi Tarjih Masalah Thaharah & Shalat, Muhammad bin Umar bin Salim Bazamul, cetakan Pustaka Darus Sunnah.

Website, "Jenis Najis dan Cara Membersihkan", http://badry7.blogspot.com/2014/01/macam-macam-jenis-najis-dan-cara.html, 17/01/2014
Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Lajnah ad-Daimah lil Ifta’, cetakan Pustaka Darul Haq.
Fiqhus Sunnah (Terj), Sayyid Sabiq, cetakan Al-Ma’arif.
Tamamul Minnah (Terj), Muhammad Nashiruddin al-Albani, cetakan Pustaka Sumayyah.
sumber: www.muslimah.or.id



Cpx24.com CPM Program

0 Komentar:

Post a Comment

Pemberitahuan :
Mohon maaf apabila komentar Sobat dari Facebook tidak bisa saya jawab semua, dikarenakan sulit untuk memoderasi komentar dari Facebook, bila sobat ada pertanyaan yang ingin lansung saya jawab, silakan Sobat berkomentar dari id Blogger.

** Jika anda terbantu dengan apa yang ada di blog ini jangan lupa untuk IZIN COPAS dan Ucapan Terimasih pada kotak komentar di bawah.**



close
Chat