Pancasila dari Masa ke Masa

Friday, September 27, 2013

print this page
send email
IMPLEMENTASI  PANCASILA  DARI  MASA  KE  MASA

BUNG  KARNO  PENGGALI,  PERUMUS,  PENCIPTA,  PENGUTARA  PANCASILA.

Kata Pengantar
Dalam rangka membahas implementasi Pancasila dari masa ke masa, senang maupun tidak senang, perlu dipahami lebih dahulu makna Pancasila secara tepat dan benar. Berbicara tentang Pancasila tidak mungkin tanpa memahami penggagas awal, penggali, atau pencipta Pancasila. Sementara itu untuk dapat memahami gagasan tentang Pancasila perlu dicermati situasi dan kondisi yang dialami oleh penggagas, atau biasa disebut suasana kebatinan yang menyelimuti penggagas Pancasila dimaksud. Oleh karena itu sebelum kita memasuki pokok bahasan yakni “Implementasi Pancasila dari masa ke masa,” perlu difahami lebih dahulu (a) penggagas awal Pancasila, dan (b) suasana kebatinan yang menyelimuti penggagas tersebut. Sementara itu suatu hal yang tidak boleh diabaikan adalah adanya berbagai pihak yang dengan kesungguhan hati berusaha mengimplementasikan Pancasila sesuai dengan tuntutan zamannya. Hanya dengan cara demikian maka segala permasalahan yang berkaitan dengan Pancasila dapat didudukkan secara proporsional, sehingga tidak perlu terjadinya pro dan kontra.


A. Penggagas awal Pancasila

Tidak dapat dipungkiri, dan ini merupakan kebenaran sejarah, bahwa pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai), dalam rangka menjawab pertanyaan Ketua Badan, mengenai dasar negara yang akan didirikan. Ir Soekarno mengusulkan lima prinsip sebagai dasar negara, yang diberi nama Pancasila. Hal ini diperkuat dengan kajian yang diselenggarakan oleh Universitas Gajah Mada, sehingga memberikan gelar doktor honoris causa kepada Ir.Soekarno atas karyanya tersebut, pada tanggal 19 September 1951.

Dalam pidato promosi doktor honoris causa tersebut, bertindak sebagai promotor Prof. Mr. Drs. Notonagoro, menyatakan bahwa Ir. Soekarno berjasa yang amat besar terhadap masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, sebagai pencipta Pancasila yang merupakan filsafat dasar negara, sehingga layak mendapatkan penghargaan doktor honoris causa dalam bidang hukum. Namun dengan rendah hati Bung Karno mengaku, dalam orasi ilmiahnya pada waktu menerima doktor honoris causa tersebut, dirinya sekedar menjadi perumus Pancasila yang merupakan perasaan-perasaan yang telah lama terkandung dalam kalbu rakyat Indonesia. Mengaku sekadar menjadi pengutara daripada keinginan-keinginan dan isi jiwa bangsa Indonesia turun temurun. Dalam berbagai kesempatan beliau menyatakan pula, bahwa dirinya adalah sekedar sebagai penggali Pancasila.

Ir. Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya, dan wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Jakarta, dimakamkan di Blitar Jawa Timur. Bung Karno lahir ketika matahari merekah di ufuk timur, sehingga oleh ibundanya diberi parab (nick name) anak fajar, fajar bagi hari itu tanggal 6 Juni 1901, tetapi juga fajar bagi abad ke XX. Waktu kecil Bung Karno bernama Koesnososro Soekarno. Namun karena waktu kecil mengalami sakit yang tiada henti, maka disebut saja Soekarno.

Ayah Ir. Soekarno bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo diperkirakan lahir tahun 1869 dan wafat pada tahun 1945, berusia 76 tahun. R. Soekemi memulai kariernya sebagai guru Sekolah Dasar di Buleleng Bali, setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Guru di Probolinggo, Jawa timur. Di Buleleng ini R. Soekemi bertemu dengan ibunda Ir. Soekarno yang bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Dari Buleleng R.Soekemi pindah ke Sidoarjo dan Mojokerto di Jawa Timur.

Ir. Soekarno mulai pendidikannya di ELS (Europeesche Lagere School), Mojokerto, sekolah dasar yang diperuntukkan bagi anak Belanda dan bangsa Eropa. Hanya anak pribumi dari keturunan tertentu yang boleh belajar di ELS. Kurikulum di ELS menerapkan prinsip concordantie, sama dengan kurikulum yang berlaku di Negeri Belanda, untuk memudahkan anak keturunan Belanda yang kembali ke negerinya. Kemudian masuk ke HBS (Hoogere Burger School) di Surabaya. Pada tahun 1921 melanjutkan studi ke THS (Technische Hoge School) yang sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung, dan dapat menyelesaikan studinya pada tahun 1926. Sejak di sekolah menengah Bung Karno telah tertarik pada kegiatan politik, di antaranya menjadi anggota Tri Koro Dharmo, yang merupakan onderbouw (anak organisasi) dari Boedi Oetomo. Di kemudian hari Tri Koro Dharmo berubah menjadi Jong Java, organisasi anak-anak muda Jawa, yang ikut berperan aktif dalam mencetuskan “Sumpah Pemuda,” pada tahun 1928.

Pada tahun 1927 bersama-sama dengan Mr. Iskaq Tjokroadisoerjo, Soenarjo dan lain-lain mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai partai yang non-kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Akibat dari gerakan yang dilancarkannya, pada tahun 1929 ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda dan dipenjara di Sukamiskin selama empat tahun. Bung Karno menyampaikan pembelaannya dengan suatu uraian yang panjang lebar dan terkenal dengan judul “Indonesia Menggugat – Indonesie klaagt aan.” Sekeluarnya dari penjara tidak jera, tetapi tetap melaksanakan gerakan untuk menyadarkan rakyat untuk mencapai Indonesia merdeka. Pada tahun 1933 ditangkap lagi dan dibuang ke Endeh, Flores, untuk kemudian dipindah ke Bengkulu pada tahun 1937 sampai kedatangan Jepang tahun 1942 di Indonesia.


B. Suasana Kebatinan memasuki Abad XX
Pada waktu Bung Karno lahir pada permulaan abad ke XX, dunia sedang dilanda oleh demam nasionalisme. Negara-negara Eropah seperti Jerman dan Itali berjuang untuk menjadi negara-bangsa pada paroh kedua abad ke XIX, sedang negara-negara berkem-bang di Asia, baru terjadi pada akhir abad ke XIX seperti Jepang, dan permulaan abad ke XX, seperti Cina, India, Mesir, Turki termasuk Indonesia. Sebagai akibat gagasan-gagasan yang timbul atau diusung oleh tokoh pejuang kemerdekaan, selalu dijadikan bahan pertimbangan atau rujukan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Suasana dunia yang diwarnai oleh gerakan-gerakan mewujudkan negara-negara kebangsaan yang merdeka, mendorong Bung Karno untuk mewujudkan negara kebang-saan Indonesia yang merdeka dan bersatu padu. Hal ini merupakan obsesi Bung Karno sejak masih belajar di HBS Surabaya sampai akhir hayat beliau. Tidak heran bila Bung Karno selalu mensitir pendapat para ahli di dunia yang memperjuangkan kemerdekaan, maupun para ahli yang memiliki gagasan tetang “kebangsaan,” seperti Ernest Renan dan Otto Bauer, serta Mustapha Kamil, Arabhi Pasha, Muhammad Syarif Bey, Zachrul Pasha dari Mesir; Abdul Karim dari Marokko; Veroze Sachmeta, Dadaph Choensoriji, Muhammad Ali, Syowet Ali, Sarojin Naidu, Pandit Yawaharlal Nehru, Mahatma Gandhi dari India; Mabini, Aquinaldo, Quezon dari Filipina, Sun Yat Sen di Cina,  dan sebagai-nya.

Di samping tokoh-tokoh dunia, Bung Karno juga mendapat pengaruh dari tokoh-tokoh dalam negeri seperti H.O.S.Tjokroaminoto, pimpinan Sarekat Islam yang sekaligus sebagai mertua, tokoh-tokoh komunis yang sering mengadakan diskusi di rumah Tjokroaminoto, dan tokoh-tokoh nasional lain yang mewarnai gagasan-gagasan yang disampaikan oleh Bung Karno. Misal di Indonesia tidak dikenal proletar tetapi kaum marhaen, ini merupakan konsep yang diajukan oleh Bung Karno. Asas nasasos singkatan nasionalisme, agama dan sosialisme yang dijadikan landasan hidup bermasyarakat adalah konsep yang diajukan oleh Bung Karno. Konsep nasasos inilah yang kemudian berkembang menjadi nasakom, nasionalisme, agama dan komunisme. Teori tentang kelahiran suatu negara bangsa merupakan analisis yang diajukan oleh Bung Karno berdasarkan atas buku-buku bacaan dari tokoh-tokoh tersebut di atas, untuk kemudian diramu dengan pengalaman hidupnya. Demikianlah gambaran secara singkat yang perlu diungkap lebih lanjut di bagian lain. Hal ini sekedar untuk menggambarkan bahwa gagasan yang disampaikan oleh Bung Karno adalah sesuai dan diwarnai atau bernuansa situasi yang berkembang pada waktu itu.


C. Proses Kelahiran Pancasila
Perumusan Pancasila menjadi dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui proses yang panjang. Pada waktu Bung Karno berpidato di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, menyatakan bahwa sebelum suatu gagasan ditetapkan menjadi dasar negara, telah difikir-fikirkan lebih dahulu, dan bahkan telah diuji-cobakan lebih dahulu, seperti yang dilakukan oleh Sun Yat Sen, Lenin, Hitler dan sebagainya. Dalam pidato tersebut Bung Karno berkata :”Tuan-tuan sekalian, Weltanschauung ini sudah lama harus kita bulatkan dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idealis-idealis di seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam Weltanschauung, bekerja mati-matian untuk me-realiteit-kan Weltanschauung mereka itu.” Dengan kata lain bahwa Pancasila yang diusulkan oleh Bung Karno sebagai dasar negara, pada waktu itu, telah jauh hari difikirkannya. Hal ini tidak salah, karena sejak tahun 20-an Bung Karno telah menyampaikan gagasannya tentang nasionalisme, tentang suatu landasan hidup bersama bagi masyarakat yang majemuk, tentang konsep internasionalisme dan sebagainya. Gagasan tersebut dapat ditemui dalam uraian-uraian Bung Karno dalam berbagai media tertulis pada waktu itu. Marilah kita mencoba untuk memahami konsep atau gagasan Bung Karno yang mendahului terumuskannya Pancasila sebagai dasar negara.

1. Konsep Persatuan
Konsep persatuan ini merupakan issue sentral, sehingga dalam berbagai karangan Bung Karno selalu menonjolkan betapa pentingnya persatuan untuk dapat memenangkan perjuangan dalam mencapai Indonesia Merdeka. Bung Karno sangat menyadari betapa pluralistiknya masyarakat Indonesia. Hal ini juga disadari oleh kaum imperialis, sehingga kondisi tersebut dimanfaatkan untuk tetap dapat menjajahnya dengan mengembangkan strategi :”divide et impera,” pecah dan kuasai. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa perjuangan melawan imperialisme-kolonialisme dengan cara sendiri-sendiri seperti yang dilakukan oleh Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Hasanuddin tidak akan berhasil. Oleh karena itu Bung Karno berpendapat hanya dengan persatuan yang kokoh dan kuat dari seluruh konponen bangsa, maka dapat melawan kaum imperialis. Bila keanekaragaman itu dibiarkan berkembang sendiri-sendiri tidak mungkin mengatasi kaum imperialis; satu-satunya alat yang paling ampuh tiada lain adalah persatuan bangsa. Untuk dapat menyatukan kemajemukan masyarakat ini tidak mungkin diambilkan gagasan atau konsep unik yang terdapat dan dianut serta berkembang pada kelompok atau golongan tertentu, sebab bila demikian, tidak akan diterima oleh kelompok atau golongan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya suatu gagasan yang merupakan denominator atau de grootste gemene deeler dan de kleinste gemene veelvoud dari keaneka ragaman bangsa, dan yang dapat diterima oleh segala unsur yang menjadikan bangsa Indonesia.
 Mempersatukan bangsa Indonesia ini menjadi obsesi Bung Karno, sehingga segala daya dan upaya ditumpahkan untuk mewujudkan dengan segala pengorbanan beliau. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini konsep nasakom yang beliau anjur-anjurkan. Beliau menyadari bahwa terdapat tiga kelompok besar dalam masyarakat Indonesia, yakni golongan nasionalis, golongan Islam, dan golongan komunis. Masing-masing memiliki prinsip perjuangan yang mengandung perbedaan yang hakiki, tetapi Bung Karno berusaha untuk mempersatukannya dengan konsep nasakom. Hal ini telah disampaikannya pada tahun 1926 yang dimuat dalam Suluh Indonesia Muda dengan judul “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme.” Gagasan tersebut dipertahankan sampai akhir hayat beliau. Berikut disampaikan beberapa pendapat atau uraian yang disampaikan oleh Bung Karno dalam berbagai kesempatan yang menggambarkan betapa penting arti persatuan bagi perjuangan bangsa. Salah satu uraian tentang makna pentingnya persatuan bangsa terdapat dalam kuliah beliau pada tanggal 22 Mei 1958, di depan para elit politik, pemuka masyarakat dan agama serta mahasiswa, yang diselenggarakan di istana negara. Demikian dalam garis besar uraian tersebut.
  • Pancasila adalah Weltanschauung, dasar falsafah negara-bangsa Indonesia, sekaligus sebagai alat mempersatu bangsa Indonesia yang bersifat pluralistik dari Sabang sapai Merauke. Diyakini sekali oleh Bung Karno bahwa hanya Pancasila yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia yang pluralistik ini. Pancasila juga sebagai alat untuk melawan imperialisme.
  • Masing-masing bangsa dalam menghadapi imperialisme yang menjajahnya berbeda-beda tergantung dari kondisi objektif bangsa tersebut dan sifat dari kapitalisme yang mendukung berlangsungnya imperialisme. Sebagai akibat cara bangsa Indonesia dalam menghadapi imperialisme berbeda dengan cara yang diterapkan oleh bangsa Amerika, India, Philipina dan sebagainya.
  • Bagi bangsa Indonesia cara menghadapi imperialisme adalah dengan mengerahkan seluruh rakyat,  yang terikat dalam persatuan dan kesatuan. Hanya dengan cara ini bangsa Indonesia dapat memenangkan revolusi. Bung Karno menyebutnya sebagai samen bundeling van alle krachten, mengikat segala kekuatan menjadi satu.

Faham persatuan ini tidak hanya ditujukan pada bersatunya negara-bangsa Indonesia, tetapi juga bersatunya negara-negara tertindas. Dengan segala upayanya, Bung Karno bersama-sama dengan beberapa pimpinan negara Asia dan Afrika menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika pada tanggal 18 – 25 April 1955 di Bandung, yang dihadiri oleh 29 negara Asia dan Afrika. Konferensi tersebut menghasilkan suatu kesepakatan yang biasa disebut sebagai Deklarasi Asia-Afrika yang berisi prinsip-prinsip koeksistensi damai yang disebut “Dasasila Bandung.” Salah satu diktum Dasasila tersebut menyebutkan :”Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.” Konferensi Asia Afrika ini di kemudian hari berkembang menjadi konferensi negara-negara non blok, kesatuan negara-negara yang tidak terikat pada blok Barat, maupuin blok Timur. Konferensi tingkat tinggi pertama negara-negara non blok (non alignment) tersebut berlangsung di Beograd pada tanggal 1 – 6 September 1961. Lahirlah konsep kesatuan negara-negara NEFO, singkatan dari the New Emerging Forces, menghadapi negara-negara yang telah menikmati kesejahteraan yang disebut OLDEFO, singkatan the Old Established Forces.

Pada tanggal 30 September 1960, Presiden Soekarno berpidato di depan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan judul “To build the world anew.” Isi pidato tersebut diantaranya adalah mencari solusi terhadap pertentangan dunia yang terjadi pada waktu itu antara dua superpower Amerika dan USSR, dengan menawarkan suatu landasan yakni Pancasila yang merupakan hogere optrekking dari Declaration of Independence Amerika Serikat dengan Manifesto Komunis Rusia. Demikian gagasan Bung Karno sebagi pencerminan obsesinya terhadap persatuan, dapat terwujud dalam persatuan regional, maupun persatuan global, utamanya persatuan nasional.

2. Konsep Marhaenisme
Konsep marhaenisme merupakan suatu gagasan yang original dari Bung Karno. Dalam proses produksi, komunisme mengenal yang disebut kaum proletar dan kaum borjuis. Proletar adalah kelompok manusia yang menjual tenaga kepada kaum borjuis. Mereka tidak memiliki modal dan alat produksi, tetapi sekedar menyerahkan tenaga dan pikirannya dalam proses produksi. Dengan demikian golongan proletar dapat seorang insinyur yang kecukupan, dapat seorang buruh yang hidupnya sangat pas-pasan. Di Indonesia pada waktu dijajah oleh Belanda, kedaannya adalah sangat berbeda. Yang ada adalah petani-petani miskin; mereka memiliki modal berupa tanah yang digarap, meski dalam jumlah yang sangat terbatas. Mereka juga memiliki alat produksi, memiliki cangkul sendiri, bajak sendiri, bahkan juga memiliki ternak untuk membantu kerjanya. Sehingga mereka itu tidak dapat dikategorikan sebagai proletar, karena mereka memiliki modal dan alat produksi sendiri. Memang benar bahwa hasil dari kerja petani tersebut sangat pas-pasan, mendekat tidak cukup untuk menunjang hidupnya. Oleh karena itu bila disebut proletar tidak tepat. Bung Karno memberikan predikat bagi petani-petani yang serba tidak kecukupan tersebut marhaen; diambil dari nama seorang petani di Bandung Selatan yang pada waktu itu ditemui oleh Bung Karno, sekitar tahun 1926-an.
 Dalam kuliahnya di depan para elit politik tanggal 3 September 1958, Bung Karno menyatakan bahwa :”Marhaenisme adalah marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di Indonesia, is het in Indonesie toegepaste marxisme.” Untuk memahami marhaenisme perlu difahami sejarah perkembangan imperialisme yang terjadi di Indonesia pada penjajahan Belanda, yang didukung oleh kapitalisme yang berciri finanz kapitaal, yang berakibat rakyat verpauveriseerd, menjadi marhaen, rakyat serba kecil.

Marxisme adalah denkmethode, pola fikir untuk memahami bagaimana suatu perjuangan harus dijalankan dalam mencapai masyarakat yang adil dan sejahtera. Dengan demikian, marhaenisme juga suatu denkmethode bagaimana bangsa Indonesia berjuang menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Salah satu cara adalah dengan mempersatukan seluruh komponen bangsa tiada kecuali atau yang biasa disebut samen bundeling van alle krachten; tidak pandang agama yang dipeluknya, ideologi yang diperjuangkannya, ras dan suku bangsa asalnya. Semuanya termasuk golongan marhaen, dan hanya dengan persatuan yang kokoh kuat maka tujuan perjuangan dapat terwujud.

3. Demokrasi
Persoalan demokrasi telah lama menjadi pemikiran Bung Karno. Di surat kabar “Pemandangan” pada tahun 1941, Bung Karno telah menguraikan mengenai demokrasi. Diungkapkan bahwa demokrasi politik saja tidaklah cukup. Demokrasi politik hanya memberikan kepuasan dalam realisasi kebebasan dan kesetaraan dalam mengambil keputusan bersama, tetapi tidak menjamin kesejahteraan bersama dan keadilan sosial. Oleh karena itu demokrasi politik musti ditambah dengan demokrasi ekonomi. Suatu ilustrasi dikemukakan dalam uraian tersebut :”Pada saat si buruh itu menjadi tuan di dalam urusan politik, pada saat itu juga ia adalah budak-budak belian di lapangan ekonomi. Pada saat yang ia menjatuhkan menteri-menteri, maka ia sendiri bisa diusir dari pekerjaan zonder ketentuan sedikitpun jua apa yang akan ia makan dihari esok.” Bung Karno berpandangan bahwa politieke democratie perlu disatukan dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, inilah yang kemudian diberi nama socio-democratie.

Di depan peserta kuliah umum yang diselenggarakan di Yogyakarta tanggal 21 Pebruari 1959, Bung Karno menjelaskan mengenai makna demokrasi terpimpin. Dijelaskan bahwa demokrasi terpimpin adalah laksana kerjanya seorang conductor suatu symphony orchestra. Conductor dalam memimpin suatu symphony tidak sesuka hati tetapi berdasar pada partitur yang telah disiapkan dan yang dipegang oleh masing-masing pemain alat musik. Conductor akan membetulkan bila seorang pemain musik menyimpang dari partitur yang telah disediakan. Demikian pula halnya dengan demokrasi terpimpin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang pemimpin harus berpegang teguh pada rencana pembangunan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dalam menjalankan demokrasi.

4. Pancasila – 1 Juni 1945
Bila orang membahas mengenai Pancasila gagasan Bung Karno, pada umumnya orang hanya terpatri pada pidato Bung Karno yang disampaikan di depan BPUPKI, pada tanggal 1 Juni 1945. Sedangkan sebenarnya gagasan Bung Karno mengenai Pancasila telah jauh hari dapat ditemukan dalam berbagai karangan beliau, dan berkembang terus sampai akhir hayat beliau. Memang gagasan Bung Karno tentang Pancasila terkristal dan tersistematisasi dalam pidato tanggal 1 Juni 1945 tersebut. Gagasan Bung Karno sebelum dan sesudahnya biasanya hanya mengupas salah satu aspek dari Pancasila. Oleh karena itu untuk memahami gagasan Bung Karno mengenai  Pancasila perlu difahami secara mendalam pidato tersebut.

Atas prakarsa Departemen Penerangan pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut dibukukan pada tahun 1947, dengan judul “Lahirnya Pancasila.” Jadi, mulai dikenalnya istilah “lahirnya Pancasila” oleh masyarakat bukan pada tahun 1945, tetapi setelah terbit buku dimaksud. Dr. K.R.T.Radjiman Widyodiningrat memberikan kata pengantar pada buku tersebut, tertanggal 1 Juli 1947. Di antaranya menyebutkan :

Sebagai Kaityoo (Ketua) dari Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) saya mengikuti dan mendengar sendiri diucapkannya pidato ini oleh Bung Karno, sekarang Presiden Negara kita.

Oleh karena itu sungguh menggembirakan sekali maksud penerbit, untuk mencetak pidato Bung Karno itu, yang berisi “Lahirnya Pancasila” dalam sebuah buku kecil.

Badan Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai itu telah mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei tahun 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 dan yang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945.

“Lahirnya Pancasila” ini adalah sebuah stenografisch verslag dari pidato Bung Karno yang diucapkan dengan tidak tertulis dahulu (voor de vuist) dalam sidang yang pertama tanggal 1 Juni 1945 ketika sidang, membicarakan “Dasar” (beginsel) negara kita, sebagai penjelmaan daripada angan-angannya. Sudah barang tentu kalimat-kalimat suatu pidato yang tidak tertulis dahulu kurang sempurna tersusunnya. Tetapi yang terpenting adalah ISINYA.

Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah suatu Democratisch Beginsel, suatu beginsel yang menjadi Dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada di bawah penilikan yang keras dari pemerintah Bala Tentara Jepang. (Ejaan disesuaikan dengan EYD).

Isi pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni tersebut dalam garis besarnya dapat digambarkan sebagai berikut :

A. Pengantar.
Isi pengantar ini di antaranya adalah sebagai berikut :

  • Meluruskan pembicaraan anggota Sidang; bahwa yang diminta oleh Ketua BPUPKI adalah mencari dasarnya negara Indonesia merdeka, philosofische grondslag dari pada Indonesia Merdeka, pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya, atau Weltanschauung untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka.
  • Memberikan makna kemerdekaan, karena masih ada anggota BPUPKI yang ragu terhadap kemerdekaan Indonesia, mereka beranggapan bahwa  persyaratan bagi berdirinya suatu negara merdeka belum terpenuhi. Bung Karno menghendaki kemerdekaan Indonesia sekarang juga, tidak ditunda-tunda lagi. Persyaratan bagi suatu negara dapat dibangun setelah merdeka.
  • Arti merdeka adalah political independence, politieke onafhankelijkheid, laksana jembatan emas. Di seberang jembatan kita membangun untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran.
  • Syarat merdekanya suatu negara adalah apabila rakyat telah sanggup untuk mempertahankan negaranya. Hukum internasionalpun dewasa itu memberikan kemudahan untuk merdekanya suatu bangsa; asal ada bumi, rakyat dan pemerintahan yang teguh.

B. Pengertian Dasar Negara dan Contoh-contohnya.

  • Hitler mendirikan Jerman Raya berdasar National-sozialistische Weltanschauung. Lenin mendirikan Uni Sovyet dengan dasar Marxistische, Historisch-Materialistische Weltanschauung, Dai Nippon dengan Tennoo Koodoo Seishin, Saudi Arabia dengan dasar Islam, Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka di atas San Min Chu I, nasionalisme, demokrasi, sosialisme. Bagaimana dengan Indonesia.
  • Weltanschauung ini harus sudah difikirkan jauh hari sebelum dimanfaatkan sebagai dasar negara. Contoh Weltancshauung di atas memerlukan proses yang panjang sampai direalisasikan dalam hidup bernegara. Kita perlu mencari Weltanschauung yang disepakati oleh semua.

C. Dasar kebangsaan

  • Dasar kebangsaan merupakan dasar pertama bagi negara Indonesia, suatu dasar bukan untuk seseorang, golongan, tetapi suatu dasar “semua buat semua.” Semua anggota BPUPKI meski dari suku bangsa yang aneka, beragama yang beragam tetapi satu bangsa yakni Indonesia. Negara yang akan didirikan merupakan suatu nationale staat.
  • Dikutipnya persyaratan suatu  bangsa menurut Ernest Renan yakni:“le desir d’etre ensemble,” dan definisi bangsa menurut Otto Bauer : “Eine Nation ist eine aus Schiksalgemeinschaft erwachsene Charakter-gemeinschaft.” Pendapat tersebut dilengkapi dengan teori “persatuan manusia dengan tempat.” Rakyat Indonesia yang berjumlah 70 juta ini telah menyatu sebagai suatu natie, dan nationale staat ini yang ingin kita bangun. Kita telah mengalami dua kali sebagai nationale staat, yakni zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit.
  • Pandangan Cina kuno bersifat kosmopolitan, namun sejak Sut Yat Sen, Cina mengembangkan juga faham nasionalisme, kebangsaan.
  • Prinsip kebangsaan ini mengandung bahaya yakni chauvinisme, seperti yang berkembang di Jerman zaman Hitler. Oleh karena itu faham kebangsaan ini tidak akan mengarah ke “Indonesia uber Alles.” Seperti yang dikatakan Gandhi bahwa “kebangsaan saya adalah perikemanusiaan,” “My nationalism is humanity.”

D. Internasionalisme

  • Filosofische principe yang kedua adalah internasionalisme. Internasionalisme bukan kosmopolitanisme yang tidak mengakui adanya bangsa. Nasionalisme akan hidup subur dalam taman sarinya internasionalisme. Antara nasionalisme dan internasionalisme bergandengan erat.

E. Mufakat

  • Dasar yang ketiga adalah mufakat. Syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan, karena negara Indonesia bukan hanya untuk mewadahi aspirasi seseorang atau sekelompok, tetapi semua untuk semua.
  • Musyawarah untuk mencapai mufakat ini merupakan wahana yang sangat baik bagi pihak Islam untuk memperjuangkan aspirasinya. Demikian pula dengan agama yang lain. Musyawarah merupakan sarana hidup bersama yang fair play, adil. Untuk itulah diperlukan Badan Perwakilan Rakyat untuk memperjuangkan aspirasi ini.

F. Kesejahteraan

  • Dengan dasar kesejahteraan diharapkan tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Dengan politieke democratie belum tentu dapat tercipta kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Contohnya di Eropa Barat dengan politieke democratie kapitalis justru merajalela. Oleh karena itu diperlukan sociale rechtvaardigheid, diperlukan adanya ekonomische democratie.

G. Ketuhanan yang berkebudayaan

  • Prinsip kelima adalah Ketuhanan. Setiap orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan menurut Tuhan-nya sendiri-sendiri, menurut agama yang dipeluknya dengan cara yang leluasa. Egoisme-agama hendaknya dihindari. Hendaknya orang Indonesia ber-Tuhan secara kebudayaan, yang berkeadaban, ialah hormat menghormati satu sama lain, verdraagzaamheid, ke-Tuhanan yang berkebudayaan yang berbudipekerti luhur. Negara Indonesia Merdeka berasaskan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

H. Nama Pancasila

  • Kelima dasar bagi berdirinya Indonesia Merdeka adalah:
  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. Ketuhanan yang berkebudayaan
  • Dasar yang lima ini tidak diberi nama Panca Dharma, karena dharma berarti kewajiban sedang lima dasar negara itu berupa asas atau prinsip dasar oleh karena itu lebih tepat diberi nama Pancasila. Bila ada yang berkeberatan dengan jumlah yang lima maka dapat diperas menjadi tiga, menjadi Trisila, yakni socio-nationalisme, socio-democratie, dan ke-Tuhanan. Bila tiga ini masih terlalu banyak maka dapat diperas lagi menjadi Ekasila yakni Negara Gotong-Royong.
  • Pancasila ini harus diperjuangkan untuk menjadi realiteit. Oleh karena itu peran manusia sangat penting sekali.

Demikianlah isi pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni dalam garis besarnya. Sebagian besar pidato itu berisi contoh-contoh untuk meyakinkan pandangan dan pendapat yang beliau kemukakan. Dengan kemampuan beliau dalam berorasi seakan-akan apa yang disampaikan itu telah menjadi kesepakatan sidang. Sedang kedudukan pidato tersebut adalah sebagai usul yang disampaikan di depan sidang BPUPKI. Oleh karena itu pidato tersebut perlu ditampung dan dibahas lebih lanjut dalam sidang-sidang berikutnya.

Demikianlah garis besar pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan kalau kita cermati banyak hal-hal yang telah dikemukakan dalam berbagai kesempatan jauh hari sebelumnya. Dapat pula kita amati betapa konsistennya pemikiran Bung Karno mengenai hal yang dikemukakan, misal mengenai faham kebangsaan, mengenai prinsip-prinsip demokrasi, persatuan dan sebagainya. Lepas dari setuju atau tidak terhadap gagasan Bung Karno, suatu kenyataan bahwa apa yang menjadi pemikiran Bung Karno adalah merupakan karya agung anak bangsa, yang harus didudukkan secara proporsional.


Demikian sedikit penjelasan seputar "Pancasila dari Masa ke Masa" yang bisa saya himpun dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat dan dapat membantu anda. Wassalam.

Kumpulan Makalah yang lainnya lihat   DISINI



Cpx24.com CPM Program

0 Komentar:

Post a Comment

Pemberitahuan :
Mohon maaf apabila komentar Sobat dari Facebook tidak bisa saya jawab semua, dikarenakan sulit untuk memoderasi komentar dari Facebook, bila sobat ada pertanyaan yang ingin lansung saya jawab, silakan Sobat berkomentar dari id Blogger.

** Jika anda terbantu dengan apa yang ada di blog ini jangan lupa untuk IZIN COPAS dan Ucapan Terimasih pada kotak komentar di bawah.**



close
Chat